>

Wednesday, November 27, 2013

Penawar Jodoh

“Klunting..” dering nyaring pesan dari BlackBerry Massanger (BBM).

Sudah tak terhitung suara itu berulang. Bunyi tak tik tak tik keypadmembalas pesan dengan cepat, seolah jika membiarkan lama-lama orang di seberang sana akan mati kejang! Kemudian senyum tersungging, kadang malah tertawa sendiri. Ya, sendiri. Di salah satu bangku caffe itu ia masih sendiri.

“Sudah lama menunggu?” tanya seorang lelaki.

“Eh, belum.” kepala didongakkan ke arah sumber suara. Selanjutnya gadis itu bersalaman mencium punggung tangan sebagai rasa hormat. “Bagaimana kabarmu Mas?” lanjutnya, sementara smartphone BlackBerry (BB) masih dalam genggaman tangan kiri gadis itu.

“Baik. Ini ada hadiah.”

“Terima kasih.”

Aih, mengapa aku menjadi pengamat manusia yang sedang pacaran ini? Sepertinya mereka sepasang kekasih modern yang terlibat dalam kisah cinta Long Distance Relationship (LDR). Sebelumnya aku sudah menghampiri gadis itu untuk menanyakan menu apa yang ingin, namun aku ditolak. Katanya menunggu sang kekasih.

Sekarang aku kembali menghampiri meja mereka.

“Mau pesan apa Kak?” sebuah sapaan rutinitasku kepada pengunjung caffe.

Hening. Aku tak dihiraukan. Gadis itu sibuk senyam-senyum di sela bunyi ‘klunting’ handphonenya sedang lelaki di hadapannya sibuk dengan gadjed tak kalah canggih. Orang awam pasti menyebutnya nampan kecil ajaib. Karena menggunakannya cukup menyentuh halus layar saja. Ya, nampan seperti yang selalu kubawa untuk mengantarkan pesanan makanan ataupun minuman.

“Ehem, mau pesan apa Kak?” Aku mengulangi lagi dengan suara agak keras.

Serempak mereka mengalihkan pandangan dari layar gadjet masing-masing, meletakkan sejenak dan menunjuk-nunjuk menu makanan dan minuman.

Setelah beberapa lama, mereka meninggalkan caffe. Masih dengan gadjeddi tangan masing-masing. Sedang tangan lainnya begandengan. Ya, hanya gandengan itu yang menyimbolkan mereka sepasang kekasih.

***

Namaku Athina. Seorang mahasiswa tingkat akhir yang sudah beberapa bulan freelance di ‘Caffe King & Queen’. Aku tidak sendiri, bersama Weda yang juga teman sekampusku. Selain sebagai waitress, Weda juga mengurusi promosi online caffe. Canggihnya teknologi mempermudah menawarkan menu baru melalui akun twitter @CaffeKing&Queen.

Sepulangnya pasangan kekasih itu, aku membersihkan meja yang mereka tinggalkan. Eh, di meja ada sebuah hadiah yang tertinggal. Ya, lelaki tadi memberikan hadiah yang tergeletak dingin di meja. Ketika mereka pergi hanya bergandengan tangan dan memegang gadjet masing-masing. Hadiah yang terlupakan.

“Weda, ada hadiah tertinggal. Coba kamu posting di twitter. Mungkin orang tadi mau mengambilnya kembali.” Seruku pada Weda.

“Siap!”

Saat itu hari telah malam. Sudah lengang pengunjung, tinggal satu dua yang juga hendak pulang. Namun Weda masih setia di depan komputer. Mungkin ia juga asyik dengan kegiatan online. Ketika aku mendekati, buru-buru ia menutupi layar dengan kedua tangannya.

“Hem, ada apa sih?”

“Rahasia,” jawabnya cengar cengir.

“Meja nomor 8 gantian kamu yang bersihkan setelah itu kita pulang!”

***

Sebelum tidur, aku membuka twitter sebentar. Sebuah mention dari akun @LandungPutra.

Follback ya @Athinaa

Setelah kulihat, ternyata foto lelaki pada akun itu sama dengan wajah lelaki yang kutemu di caffe.

Sudah, Mas yang hadiahnya tertinggal di @CaffeKing&Queen? RT @LandungPutra Follback ya @Athinaa


Ia mengiyakan. Setelah itu kami banyak bercerita. Ternyata godaan bermain twitter itu lebih ampuh dari pada segelas kopi. Aku telah membuktikan. Walaupun lelah dan merindukan kasur, belum juga tertidur.

***

Dua bulan ini aku menjadi sangat akrab dengan Landung, lelaki dengan hadiah tertinggal itu. Kedekatan melalui twitter. Setiap pulang kerja aku menunggumention darinya. Setelah itu tersenyum. Sampai larut seperti itu.

Ia belum pernah datang lagi ke caffe, karena memang tinggal di kota berbeda. Landung bercerita beberapa minggu yang lalu. Tak ada alasan lagi untuk mengunjungi kota ini. Ya, sepasang kekasih itu akhirnya putus. Berbagai alasan ia sebutkan. Kemudian aku berpikir, kenapa harus aku yang menjadi tempatnya berkeluh kesah? Namun diam-diam aku menyukai keputusan Landung. Ah, perasaan apa ini?

Hadiah itu masih terbungkus rapi, juga dingin. Aku ataupun Weda tak pernah menyentuhnya.

“Srttt...srttt...srttt...” getar handphone-ku. Tertera nomor baru. “Halo?”

“Athina, ini Landung?”

“Oh, ada apa ya?”

“Sepertinya aku sekarang punya alasan untuk kembali ke caffemu,” katanya malu-malu.

“Benarkah? Kamu bersama gadis itu lagi?” tanyaku dengan tak bersemangat.

“Tidak, tapi untuk orang lain.”

***

Hadiah itu masih terbungkus rapi, juga dingin. Aku ataupun Weda tak pernah menyentuhnya. Nyaris melupakan.

Sekarang aku juga memegang hadiah. Takkan aku biarkan tertinggal ataupun sendirian. Karena aku sudah tak membutuhkan twitter lagi. Ia yangmentionnya aku tunggu sudah duduk manis di depanku. Weda di ujung meja tentu tak akan menjadi sepertiku dulu yang melihat sepasang kekasih dengan kesibukangedjet masing-masing. Kami telalu sibuk dengan gemuruh hati yang mengalirkan getar cinta.

Kemarin Weda mengatakan padaku, bahwa ia yang memberikan akunku kepada Landung dua bulan lalu! Selain menawarkan menu caffe, ternyata ia juga menawarkan diriku yang lama jomblo. Argggg! 






0 komentar:

Post a Comment